PROPOSAL
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA
PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT MELALUI METODE TIGA PENCITRAAN DI SMP PGRI
PANGKALAN KARAWANG
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan serta mengembangkan potensi yang
dimiliki anak didik sebagaimana yang diungkapkan oleh A.B Hasibuan (1994: 1)
bahwa “Pendidikan sebagai upaya atau kegiatan yang meningkatkan kemampuan
seseorang dalam segala bidang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.
Dengan demikian pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat
penting peranannya dalam upaya membina dan membentuk manusia berkualitas
tinggi.
Pendidikan
matematika merupakan bagian dari pendidikan. Jadi pendidikan matematika
merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting peranannya dalam upaya
membina dan membentuk manusia berkualitas tinggi. Sebagaimana yang diungkapkan
Hudojo (1988: 20) bahwa “Dalam perkembangan modern, matematika memegang peranan
penting karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan sempurna”.
Pembelajaran
matematika di sekolah merupakan sarana berpikir yang jelas, kritis, kreatif,
sistematis, dan logis. Arena untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,
mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman dan pengembangan
kreatifitas. Hal ini menyebabkan matematika dipelajari disekolah oleh semua
siswa dari SD hingga SMA/ SMK/ STM dan bahkan juga di perguruan Tinggi.
Namun kenyataan
yang terjadi di sekolah menunjukkan bahwa banyak siswa yang tidak menyukai
matematika karena dianggap sebagai bidang studi yang paling sulit, sehingga
mengakibatkan rendahnya nilai matematika disekolah. Hal ini juga tercermin dari
hasil studi yang dilaksanakan oleh Organisasi International Educational Achievement (IEA) (WWW.depdiknas.go.id.2006) yang menunjukkan bahwa: Studi
kemampuan siswa SMP di Indonesia hanya berada pada urutan ke- 39 dari 42 negara
peserta.
Saat ini keadaan
yang terjadi di sekolah SMP PGRI Pangkalan adalah siswa kurang menguasai
perhitungan dan penalaran matematis. Karena siswa mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal yang ditandai dengan banyaknya kesalahan–kesalahan yang dilakukan
siswa dalam menjawab atau mengerjakan soal-soal. Di sekolah guru tidak melibatkan
siswa secara aktif untuk menemukan sendiri konsep dan prinsip –prinsip dalam menyelesaikan
soal dengan metode tiga pencitraan dominasi
guru terhadap siswa membuat siswa tidak terlatih memecahkan soal dengan metode
tiga pencitraan.
Dengan demikian sasaran
pembelajaran tidak tercapai dan hal inilah yang menyebabkan hasil ujian kurang
memuaskan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa hal (Tjipto Utomo dan Kees Ruijhter,
1994:86) yaitu:
1.
Siswa kurang menganalisa soal yang dihadapinya
-
Mereka tidak mengetahui apa yang diketahui
-
Mereka tidak membaca soal secara seksama
-
Mereka terlalu cepat memulai perhitungan
-
Mereka tidak mengetahui apa sebenarnya yang terjadi.
2.
Siswa tidak merencanakan jalan penyelesaia
-
Mereka tidak mulai dengan yang ditanyakan
-
Mereka tidak mengetahui persamaan-persamaan yang terpenting
-
Mereka tidak menghubungkan teori umum dengan soal yang khusus
yang dihadapinya
3.
Siswa tidak menyelesaikan soal–soal secara terperinci
-
Mereka mengabaikan satuan–satuan yang dihadapinya
-
Perhitungan mereka dimulai terlalu dini.
4.
Siswa tidak menilai lagi kebenaran perhitungannya
-
Mereka tidak memeriksa lagi apakah jawaban yang diperoleh itu
betul, realistis sesuai dengan yang ditanya
Padahal melalui kegiatan
pemecahan soal dengan metode tiga pencitraan , aspek–aspek kemampuan siswa dalam
matematika seperti penyelesaian soal, penemuan pola penggeneralisasian, komunikasi
matematika dan lain-lain, dapat dikembangkan secara lebih baik di sekolah.
Metode tiga pencitraan sendiri juga membantu guru dan siswa dalam proses kegiatan
belajar mengajar. Karena metode ini merupakan metode dengan penyampaian materi pembelajaran
secara terstruktur dengan harapan materi yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa
dengan baik dan siswa dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan oleh
guru.
Dalam hal ini untuk
memecahkan masalah yang dihadapi siswa SMP PGRI pangkalan adalah peranan Penyelesaian
soal bilangan bulat dengan metode tiga pencitraan. Dengan Metode Tiga
Pencitraan, siswa di sekolah SMP PGRI Pangkalan diharapkan mampu dan terampil dalam
penyelesaian soal dengan cepat dan tepat. Dalam hal ini siswa terpancing
berpikir, menganalisa, bertanya dan mengevaluasinya kembali, sehingga dengan demikian
siswa tersebut aktif berpartisipasi di dalam pembelajaran. Bilangan bulat merupakan
salah satu pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa dikelas VII SMP PGRI
Pangkalan. Menurut keterangan guru di sekolah tersebut hasil belajar siswa pada
penyelesaian soal dengan metode tiga pencitraan sangat rendah. Hal ini disebabkan karena siswa
tidak mengikuti langkah–langkah yang berurutan dan sesuai. Dari uraian di atas timbul
ketertarikan untuk melakukan penelitian tentang. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT MELALUI METODE TIGA
PENCITRAAN DI SMP PGRI PANGKALAN KARAWANG.
B.
Batasan Masalah
Melihat luasnya
ruang lingkup masalah yang teridentifikasi di bandingkan
waktu dan kemampuan peneliti, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian
itu terbatas pada penentuan tingkat hasil belajar dan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal secara sistematis. Tingkat hasil belajar siswa yaitu
seberapa besar persentase secara klasikal penguasaan siswa terhadap materi
ditinjau dari hasil belajar dengan menggunakan metode tiga pencitraan dan
ketercapaian tujuan pembelajaran.
Sedangkan kemampuan siswa dalam
pembelajaran matematika ditinjau dari 4
kemampuan, yaitu:
1.
Kemampuan siswa memahami masalah.
2.
Kemampuan siswa merencanakan pemecahan masalah.
3.
Kemampuan siswa menyelesaikan/ melaksanakan
pemecahan masalah.
4.
Kemampuan siswa mengevaluasi kembali hasil pemecahan
masalah
B.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka yang menjadi
pokok permasalahan Penelitian ini adalah:
1.
Apakah
pembelajaran dengan metode tiga pencitraan efektif diterapkan dalam
Pembelajaran bilangan bulat di Kelas VII SMP PGRI Pangkalan Tahun Ajaran 2012 -
2013?
2.
Bagaimana
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan metode tiga pencitraan pada pokok
bahasan bilangan bulat di kelas VII SMP PGRI Pangkalan Tahun Ajaran 2012-2013?
C.
Definisi Operasional
Kata prestasi
berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie,
kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil
usaha. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia kata prestasi diartikan sebagai
usaha yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).
Slameto
mengatakan bahwa, “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Pengertian
prestasi belajar sendiri menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah hasil yang
diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar dan diwujudkan dalam bentuk nilai
atau angka.
Dengan demikian
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar
adalah penguasaan dan perubahan tingkah laku dalam diri individu sebagai hasil
dari aktivitas belaj dan penilaiannya diwujudkan dalam bentuk nilai atau
angka.
James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika
adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah
yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu: aljabar, analisis dan
geometri. Namun pembagian yang jelas amatlah sukar untuk dibuat, sebab
cabang-cabang itu semakin bercampur. Adanya pendapat yang mengatakan bahwa
matematika itu timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan
dengan ide, proses, dan penalaran yang terbagi menjadi 4 wawasan yang luas
yaitu aritmatika, aljabar, geometrid an analisis.
Johnson dan Rising (1972) berpendapat bahwa matematika
adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic,
matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan
cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa
bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Kemudian Kline (1973) mengemukakan bahwa matematika itu
bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dam
menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.Masih banyak lagi
defenisi-defenisi tentang matematika tetapi tidak satupun perumusan yang dapat
diterima umum atau sekurang-kurangnya dapat diterima dari berbagai sudut pandang.
Karim, dkk (1997:83) mengatakan bahwa hanya dengan memiliki pengetahuan
tentang bilangan cacah saja kita belum mampu menjawab masalah baik dalam
matematika maupun masalah komputasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata
lain, himpunan bilangan cacah memiliki kekurangan. Sebagai contoh, tak ada
bilangan cacah yang membuat kalimat “ 7 + y = 5 “ atau “ 8 + x = 0” menjadi
pernyataan yang bernilai benar. Contoh lain, “ 4 – 9 = x “ tidak mempunyai
jawaban bilangan cacah, maka para ahli menciptakan bilangan bulat.
Bilngan bulat diciptakan dengan cara : tiap bilangan cacah , misalnya 4, kita
ciptakan dua simbol baru + 4 dan -4. Simbol bilangan yang diawali tanda plus
kecil agak ke atas mewakili bilangan positif. Biasanya tanda plus ini
dihilangkan untuk menyatakan positif, sehingga + 4 juga berarti 4. Selanjutnya
simbol yang diawali dengan tanda minus kecil agak ke atas mewakili bilangan
negatif. Misalnya – 3 mewakili bilangan “ negatif 3 “.Untuk bilangan 0 bukan
bilangan positif dan bukan negatif maka tidak perlu membubuhi tanda apapun.
Metode Pembelajaraan
dengan tiga Pencitraan terdiri dan kata metode pembelajaran dan tiga
pencitraan. Metode adalah kaidah-kaidah dasar dalam melakukan kegiatan.
Pembelajaran adalah suatu kegiatan dalam menyampaikan bahan ajar. Citra adalah
gambaran atau representasi dan obyek-obyek eksternal. Tiga Citra adalah
representasi dan objek-objek eksternal yang diwujudkan ke dalam tiga bentuk
(konsepsi) yaitu konsepsi sama (Auditonial atau pendengaran), absoro (Visual
atau penglihatan) dan fuada (Kinestetik atau gerakan). Tiga Konsepsi yang
kemudian disebut dengan Tiga Pencitraan yang meliputi citra Auditoda, Citra
Visual, dan Citra Kinestetik.
Metode
Pembelajaran dengan Tiga Pencitraan adalah suatu kaidah - kaidah dasar dalam
pembelajaran dengan memperhatikan: Tiga potensi kodrati siswa dan tiga konsupsi
bahan ajar.
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
D.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian
ini adalah untuk menjawab permasalahan pokok di atas yaitu:
1.
Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika
dengan metode Tiga Pencitraan pada pokok bahasan bilangan bulat di kelas VII SMP
PGRI Pangkalan Tahun ajaran 2012-2013
2.
Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal pada pokok bahasan bilangan bulat di kelasVII SMP PGRI Pangkalan.
D.2 Manfaat Penelitian
1.
Sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka memperbaiki
proses Pembelajaran matematika di SMP, khususnya mengenai penyelesaian soal pada
pokok bahasan bilangan bulat.
2.
Sebagai bahan perbandingan bagi guru/ calon guru untuk
meninjau Kemampuan siswa SMP dalam memecahkan masalah dengan penerapan metode
tiga pencitraan
3.
Sebagai pertimbangan bagi guru untuk menerapkan metode
tiga pencitraan pada pokok bahasan bilangan bulat.
4.
Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang ingin
meneliti penelitian sejenis.
E.
Kajian Pustaka
Darmadi (2009: 100) menyatakan bahwa “prestasi belajar adalah sebuah
kecakapan atau keberhasilan yang diperoleh seseorang setelah melakukan sebuah
kegiatan dan proses belajar sehingga dalam diri seseorang tersebut mengalami
perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya”. Sedangkan menurut
Nurkencana (dalam Ade Sanjaya, 2011), “prestasi belajar adalah hasil yang telah
dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi
belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar”.
Lanawati (dalam Reni Akbar Hawadi, 2004: 168) berpendapat bahwa “prestasi
belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil
belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran
dan perilaku yang diharapkan oleh siswa”.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah sesuatu yang merupakan hasil dari proses belajar yang mengakibatkan
perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, menurut
Djaali (dalam Muhammad Baitul Alim, 2009) prestasi belajar seorang siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1.
Faktor dari Dalam Diri
1)
Kesehatan,
Apabila
kesehatan anak terganggu dengan sering sakit kepala, pilek, deman dan
lain-lain, maka hal ini dapat membuat anak tidak bergairah untuk mau belajar.
Secara psikologi, gangguan pikiran dan perasaan kecewa karena konflik juga
dapat mempengaruhi proses belajar.
2)
Intelegensi,
Faktor
intelegensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan belajar anak.
Menurut Gardner dalam teori Multiple Intellegence, intelegensi
memiliki tujuh dimensi yang semiotonom, yaitu linguistik, musik, matematik
logis, visual spesial, kinestetik fisik, sosial interpersonal dan
intrapersonal.
3)
Minat
dan motivas, Minat
yang besar terhadap sesuatu terutama dalam belajar akan mengakibatkan proses
belajar lebih mudah dilakukan. Motivasi merupakan dorongan agar anak mau
melakukan sesuatu. Motivasi bisa berasal dari dalam diri anak ataupun dari luar
lingkungan.
4)
Cara
belajar, Perlu
untuk diperhatikan bagaimana teknik belajar, bagaimana bentuk catatan buku,
pengaturan waktu belajar, tempat serta fasilitas belajar.
5)
Faktor
Dari Lingkungan
a.
Keluarga,
Situasi keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan anak. Pendidikan
orangtua, status ekonomi, rumah, hubungan dengan orangtua dan saudara,
bimbingan orangtua, dukungan orangtua, sangat mempengaruhi prestasi belajar
anak.
b.
Sekolah, Tempat,
gedung sekolah, kualitas guru, perangkat kelas, relasi teman sekolah, rasio
jumlah murid per kelas, juga.
c.
Masyarakat, mempengaruhi
anak dalam proses belajar, Apabila masyarakat sekitar adalah masyarakat
yang berpendidikan dan moral yang baik, terutama anak-anak mereka. Hal ini
dapat sebagai pemicu anak untuk lebih giat belajar.
d.
Lingkungan sekitar, Bangunan rumah, suasana sekitar,
keadaan lalu lintas dan iklim juga dapat mempengaruhi pencapaian tujuan
belajar.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, jelas bahwa tinggi atau
rendahnya prestasi belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas
pembelajaran di sekolah saja. Ada faktor dari dalam diri siswa ataupun dari
lingkungan siswa. Maka dari itu untuk dapat meningkatkan prestasi siswa,
diharapkan ada keinginan dari dalam diri siswa dan juga dukungan ataupun
motivasi dari keluarga dan lingkungan disekitarnya.
Untuk dapat memahami bagaimana hakikatnya matematika itu, kita dapat
memperhatikan pengertian istilah matematika dan beberapa deskripsi yang
diuraikan para ahli berikut: Di antaranya, Romberg mengarahkan
hasil penelaahannya tentang matematika kepada tiga sasaran utama. Pertama, para
sosiolog, psikolog, pelaksana administrasi sekolah dan penyusun kurikulum
memandang bahwa matematika merupakan ilmu statis dengan disipilin yang ketat.
Kedua, selama kurun waktu dua dekade terakhir ini, matematika dipandang sebagai
suatu usaha atau kajian ulang terhadap matematika itu sendiri. Kajian tersebut
berkaitan dengan apa matematika itu? bagaimana cara kerja para matematikawan?
dan bagaimana mempopulerkan matematika? Selain itu, matematika juga dipandang
sebagai suatu bahasa, struktur logika, batang tubuh dari bilangan dan ruang,
rangkaian metode untuk menarik kesimpulan, esensi ilmu terhadap dunia fisik,
dan sebagai aktivitas intelektual. (Jackson, 1992:750).
Bourne juga memahami matematika sebagai konstruktivisme
sosial dengan penekanannya pada knowing how, yaitu pebelajar dipandang sebagai
makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara
berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing
that yang dianut oleh kaum absoluitis, di mana pebelajar dipandang sebagai
mahluk yang pasif dan seenaknya dapat diisi informasi dari tindakan hingga
tujuan. (Romberg, T.A. 1992: 752).
Kitcher lebih memfokuskan perhatiannya kepada komponen
dalam kegiatan matematika. (Jackson, 1992:753). Dia mengklaim bahwa matematika
terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para
matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para
matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum
terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan
pernyataan, dan 5) ide matematika itu sendiri. Bahkan secara lebih luas
matematika dipandang sebagai the science of pattern.
Sejalan dengan kedua pandangan di atas, Sujono (1988:5)
mengemukakan beberapa pengertian matematika. Di antaranya, matematika diartikan
sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik.
Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik
dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika
sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.
Selanjutnya, pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya
telah muncul sejak kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh
utamanya Plato (427–347 SM) dan seorang muridnya Aristoteles (348–322 SM).
Mereka mempunyai pendapat yang berlainan. Plato berpendapat,
bahwa matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun
mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek
matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan
perbedaan antara aritmetika (teori bilangan) dan logistik (teknik berhitung)
yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh positif karena memaksa
yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian
matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas mental abstrak pada
objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai
representasi yang bermakna. Plato dapat disebut sebagai seorang rasionalis. Aristoteles
mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika sebagai salah satu dari
tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik,
matematika, dan teologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami,
yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi.
Aristoteles dikenal sebagai seorang eksperimentalis. (Moeharti Hadiwidjojo dalam
F. Susilo, S.J. & St. Susento, 1996:20).
Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution
(1982:12) yang diuraikan dalam bukunya, bahwa istilah matematika berasal dari
kata Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini
memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta, medha atau widya yang
memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia. Dalam bahasa Belanda,
matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal
ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).
Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu
al-hisab yang berarti ilmu berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan
ilmu pasti dan ilmu hitung. Sebagian orang Indonesia memberikan plesetan
menyebut matematika dengan “matimatian”, karena sulitnya mempelajari
matematika. (Abdusysyakir, 2007:5). Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan
satu cabang matematika elementer yang disebut aritmetika atau ilmu hitung yang
secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang
bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …, dst,
melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.
Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur,
perubahan, dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah
penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah
pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika
simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi
matematika.(www.wikipedia.org) Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara
bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah
mengenai bilangan. (Hasan Alwi, 2002:723)
Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari
Matematika? Dalam benak saya, masak ada kepanjangan Matematika, selama ini yang
diketahui kebanyakan orang, Matematika adalah tidak lebih dari sekedar ilmu
dasar sains dan teknologi yang tentunya bukan merupakan singkatan. Setelah
berpikir agak lama hampir mengalami kebuntuan dalam berpikir, akhirnya
narasumber menjelaskan, bahwa Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi.
Pertama, Matematika merupakan kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak
KAbur, dan kedua adalah MAkin TEkun MAkin TIdak KAruan.
Dua kepanjangan tersebut tentunya sangat berlawanan.
Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima dan
menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun
dalam belajar matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami
konsep hingga aplikasinya maka dipastikan mereka akan mampu memahami materi
secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi jelas dan tidak
kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi kedua, tidak dapat dibayangkan jika
kita semakin tekun dan ulet belajar matematika malah menjadi tidak karuan alias
amburadul. Mungkin kondisi ini lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang
kurang berminat dalam belajar matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan
kecerdasan di bidang lainnya) sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak
sulit untuk dapat memahami materi matematika secara tuntas dan lebih baik
mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap lebih cocok untuk dirinya dan lebih
mudah dalam pemahamannya.
Berpijak pada uraian tersebut, menurut Sumardyono
(2004:28) secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut,
di antaranya:
1.
Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu
bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas
beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif,
dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan
corolly/sifat).
2.
Matematika sebagai alat (tool). Matematika juga
sering dipandang sebagai alat dalammencari solusi pelbagai masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
3.
Matematika sebagai pola pikir deduktif.
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya
suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya
apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4.
Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking). Matematika dapat
pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti
matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus
atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
5.
Matematika sebagai bahasa artifisial. Simbol
merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah
bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan
pada suatu konteks.
6.
Matematika sebagai seni yang kreatif. Penalaran
yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif
dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya
merupakan seni berpikir yang kreatif.
Ada yang berpendapat lain tentang matematika yakni pengetahuan mengenai
kuantiti dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang
sistematis, teratur, dan eksak. Matematika adalah angka-angka dan perhitungan
yang merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia menafsirkan
secara eksak berbagai ide dan kesimpulan-kesimpulan. Matematika adalah
pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Matematika
membahas faka-fakta dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan
waktu. Matematika adalah queen of science (ratunya ilmu). (Sutrisman
dan G. Tambunan, 1987:2-4)
Berdasarkan pelbagai pendapat tentang definisi dan deskripsi matematika
di atas, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita seorang
Muslim – terutama bagi pihak yang masih merasa memiliki anggapan “sempit”
mengenai matematika. Melihat beragamnya pendapat banyak tokoh di atas tentang
matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam
matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan disiplin ilmu yang lain
untuk pengembangan keilmuan, terutama di bidang sains dan teknologi. Bagi guru,
dengan memahami hakikat definisi dan deskripsi matematika –sebagaimana tersebut
di atas- tentunya memiliki kontribusi yang besar untuk menyelenggarakan proses pembelajaran
matematika secara lebih bermakna. Diharapkan, matematika, tidak lagi dipandang
secara parsial oleh siswa, guru, masyarakat, atau pihak lain. Melainkan mereka
dapat memandang matematika secara “jujur” (baca: utuh) yang pada akhirnya dapat
memacu dan berpartisipasi untuk membangun peradaban dunia demi kemajuan sains
dan teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi umat manusia.
Karim, dkk (1997:83) mengatakan bahwa hanya dengan memiliki pengetahuan
tentang bilangan cacah saja kita belum mampu menjawab masalah baik dalam
matematika maupun masalah komputasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata
lain, himpunan bilangan cacah memiliki kekurangan. Sebagai contoh, tak ada
bilangan cacah yang membuat kalimat “ 7 + y = 5 “ atau “ 8 + x = 0” menjadi pernyataan
yang bernilai benar. Contoh lain, “ 4 – 9 = x “ tidak mempunyai jawaban
bilangan cacah, maka para ahli menciptakan bilangan bulat. Bilngan
bulat diciptakan dengan cara : tiap bilangan cacah , misalnya 4, kita ciptakan
dua simbol baru + 4 dan -4. Simbol bilangan yang diawali tanda plus kecil agak
ke atas mewakili bilangan positif. Biasanya tanda plus ini dihilangkan untuk
menyatakan positif, sehingga + 4 juga berarti 4. Selanjutnya simbol yang
diawali dengan tanda minus kecil agak ke atas mewakili bilangan negatif.
Misalnya – 3 mewakili bilangan “ negatif 3 “.Untuk bilangan 0 bukan bilangan
positif dan bukan negatif maka tidak perlu membubuhi tanda apapun.
Metode Pembelajaraan
dengan tiga Pencitraan terdiri dan kata metode pembelajaran dan tiga pencitraan.
Metode adalah kaidah-kaidah dasar dalam melakukan kegiatan. Pembelajaran adalah
suatu kegiatan dalam menyampaikan bahan ajar. Citra adalah gambaran atau
representasi dan obyek-obyek eksternal. Tiga Citra adalah representasi dan
objek-objek eksternal yang diwujudkan ke dalam tiga bentuk (konsepsi) yaitu
konsepsi sama (Auditonial atau pendengaran), absoro ( Visual atau penglihatan)
dan fuada (Kinestetik atau gerakan). Tiga Konsepsi yang kemudian disebut dengan
Tiga Pencitraan yang meliputi citra Auditoda, Citra Visual, dan Citra
Kinestetik.
Metode
Pembelajaran dengan Tiga Pencitraan adalah suatu kaidah - kaidah dasar dalam
pembelajaran dengan memperhatikan : Tiga potensi kodrati siswa dan tiga
konsupsi bahan ajar.
F.
Anggapan Dasar dan Hipotesis
F.1 Anggapan Dasar
Penelitian yang
dilakukan penulis didasari oleh anggapan sebagai berikut:
1.
Pembelajaran bilangan bulat adalah bagian dari
pembalajaran Matematika sesuai dengan kurikulum untuk SMP Kelas VII.
2.
Metode tiga pencitraan dapat diwujudkan ke
dalam tiga bentuk (konsepsi) yaitu konsepsi sama (Auditonial atau pendengaran),
absoro ( Visual atau penglihatan) dan fuada (Kinestetik atau gerakan). Tiga
Konsepsi yang kemudian disebut dengan Tiga Pencitraan yang meliputi citra
Auditoda, Citra Visual, dan Citra Kinestetik.
3.
Dengan menggunakan teknik dan bahan pembelajaran
yang tepat, maka pembelajaran akan tercapai.
F.2 Hipotesis
Hipotesis dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Penerapan metode tiga
pencitraan dalam pembelajaran bilangan bulat dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
G. Model Penelitian
1.
Studi Pustaka. Cara pengumpulan data
berupa mencari informasi atau literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang
diteliti.
2.
Teknik Tes. Tes diberikan dua kali,
yaitu pretes dan postes.
3.
Uji coba mengajar. Uji coba mengajar ini
dilakukan untuk mengetahui pembelajaran berbicara siswa.
H. Teknik Pengolahan
Data
1.
Menganalisis data hasil uji coba
pembelajaran bilangan bulat siswa dengan pretes dan postes.
2.
Menguji baku, tidak baku dari
homogenitas sampel.
I.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 1 Tegalwaru Kecamatan
Tegalwaru Kabupaten Karawang. Sampel penelitian ini hanya satu, yaitu kelas VII.
J. Sistematika
laporan
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembatasan dan Perumusan
Masalah
Pembatasan Masalah
Perumusan Masalah
Definisi Operasional
Tujuan dan Manfaat
Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kajian Pustaka
Anggapan Dasar dan Hipotesis
Anggapan Dasar
Hipotesis
Model Penelitian
Teknik Pengolahan Data
Populasi dan Sampel
Sistematika laporan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Matematika. Jakarta:
Bumi Aksara.
Cholik,A.M. Sugijono. 2004. Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta:
Erlangga.
Dahar, W.R. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta:Erlangga.
Departemen Pendidikan
Nasional Indonesia. 2006. Program Pendidikan
jamarah, B. S. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djiwandono, S. E. 2004. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Grasindo.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hasibuan, A. B. 1994. Teori pendidikan. Jakarta: P3G.
Hudojo. H. 1998. Mengajar
Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Junaidi, S, Dkk. 2006. Matematika Untuk SMP Kelas VII. Surabaya: Glora
Aksara Pratama.
Mantra, Ida, Bagous.2004. Filsafat
Penelitian dan Metode
Penelitian Sosial.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Partowisastro, H.
Hadisuparto. 1986. Kesulitan-Kesulitan dalam
belajar.
Bandung: Rineka Cipta.
Popham,W. J. 1992. Teknik Mengajar Secara Sistematis.
Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, N. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung:
Rosdakarya.
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran. . Bandung:
Kencana Prenada Media Group.
Sardiman. 2003. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Subagyo, Joko, P. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sumarna. 2005. Analisis
Reliabilitas dan Interpretasi
Hasil Tes. Bandung:
Remaja Rosda karya.
Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah.
Jakarta: Rineka
Cipta.
Utomo, T.Ruijhter, K. 1994. Peningkatan
dan Pengembangan Pendidikan.
Jakarta: Gramedia.
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT
MELALUI METODE TIGA PENCITRAAN DI SMP PGRI PANGKALAN KARAWANG
TAHUN PELAJARAN 2012-2013
PROPOSAL
diajukan untuk memenuhi salah syarat dalam penulisan Skripsi
pada Jurusan Matematika pada STKIP Siliwangi Bandung
oleh:
IING
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN (STKIP)
SILIWANGI BANDUNG
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar